Buanglah Sampah Pada "Temannya"
Lima orang anak bergerombol di koridor sebuah sekolah, sambil masing – masing membawa satu kresek hitam yang sepertinya berisi makanan ringan (nebak aja sih). Kelima anak itu begitu menikmati bawaaan mereka, tentunya setelah mengeluarkan isi kantong kresek yang memang semua isi kantong tersebut dipastikan adalah makanan ringan. Tiba -tiba... disela – sela mereka menikmati bawaan mereka, dan sampah pun terkumpul seorang anak berkata ...”buanglah sampah pada temannya” gerrrr... seisi ruangan tertawa. Ungkapan “buanglah sampah pada temannya” tersebut tentu bukan tanpa sebab, ternyata di ruangan itu tidak menyediakan tempat sampah. ( sungguh miris...)
Gembar – gembor buanglah sampah pada tempatnya, ditambah perda no 3 pasal 126 dan pasal 127 tahun 2013 yang disahkan pada bulan mei di DPRD menyisakan permasalahan yang sebenarnya urgen. Permasalahan keberadaan tempat sampah itu sendiri, sebenarnya tidak bisa juga dikatakan sepele. Peristiwa lima anak kecil di sebuah ruangan tadi ternyata terjadi pula di lokasi lain yang nota benenya adalah sebuah kantor kementerian yang justru bergerak mempelopori bagaimana seharusnya menjaga sebuah lingkungan.
Sebutlah kementerian yang berlokasi di daerah Pal Merah ini adalah kantor yang cukup besar. Namun ternyata untuk menyediakan tiga buah tong sampah yang pasti nilainya tidak sampai puluhan juta terasa “pelit”. Mengapa dikatakan pelit, karena sebenarnya tempah sampah itu ada, namun jumlahnya terbatas sehingga tidak terjangkau.
Saat pengunjung harus membuang sampah yang ada harus berjalan kira – kira tiga sampai empat meter, hal ini mengakibatkan si pengunjung malas dan akhirnya terlepaslah sampah itu dari genggaman ditempat yang tidak semestinya. Mungkin tidak menjadi masalah, jika pengunjung yang berpikir melepaskan sampah bukan pada tempatnya itu hanya satu orang, namun bagaimana jadinya kalau yang berpikir itu lebih dari satu, dua, tiga , empat sampai puluhan bahkan ratusan, pasti kementerian tersebut sudah penuh dengan sampah yang berserakan.
Entah ini merupakan pembenaran karena malas berjalan atau memang fasilitas tempat sampah itu sendiri yang memang tidak perlu difasilitasi.
Ternyata selidik punya selidik dibeberapa pusat perbelanjaan pun demikian adanya, jumlah tempat sampah yang disediakan tidak sebanding dengan pengunjung yang ada. Al hasil pengunjung yang peduli akan patuhnya pada “buanglah sampah pada tempatnya” akan benar – benar berubah menjadi “buanglah sampah pada temannya” seperti candaan lima bocah penikmat makanan ringan yang sadar lebih baik buang sampah pada temannya dibanding pada tempatnya.
(o)
BalasHapus